Napi Mesum Disambut bak Pahlawan
Salah satu bukti bahwa industri media di Indonesia dikuasai
oleh kaum liberal SEPILIS yang anti dengan nilai-nilai Islam adalah
liputan besar-besaran terhadap narapidana Ariel mantan vokalis grup
Peterpan saat dia bebas bersyarat dari hukuman penjara. Betapa tidak, di
negeri dengan populasi muslim terbesar di dunia ini, hari bebasnya
seorang narapidana kasus pemeran video tak senonoh dan amoral semacam
Ariel disambut secara besar-besaran bak menyambut seorang pahlawan yang
baru pulang dari medan perang. Ia disambut dan dielu-elukan oleh
sekelompok remaja dan anak-anak dibawah umur yang diduga kuat sengaja dimobilisasi untuk menyambut sang napi mesum.
Wakil ketua Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) Dr. Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan bahwa respon
terhadap pembebasan terpidana tindak pidana pornografi Nazriel Irham
alias Ariel dari Rutan Kebon Waru – Bandung dinilainya sangat berlebihan
dan terkesan sengaja didesain oleh pihak-pihak tertentu untuk dijadikan
pahlawan.
“Lebay, jelas sekali direkayasa oleh
pihak-pihak tertentu, didesain dengan berlebihan, dengan penyambutan bak
tokoh pahlawan yang pulang dari medan perang. Seolah ia sebagai orang
yang berjasa,” kata Dr. Ni’am di Jakarta, seperti dikutip arrahmah.com, Senin, (23/7/2012).
Pesta penyambutan kebebasan Ariel, lanjut
Ni’am, sudah melebihi batas kewajaran yang dialamatkan kepada seorang
narapidana kasus amoral, sehingga melebihi orang-orang yang sebenarnya
berjasa kepada negara.
“Seolah ia orang mulia, lebih mulia dari
atlet-atlet kita yang mengharumkan nama bangsa di kancah internasional,
(lebih) dari anak-anak siswa nasional kita yang pulang dari kejuaraan
internasional dengan berbagai prestasi, bahkan (lebih) dari kontingen
Garuda yang mengharumkan nama bangsa dalam misi perdamaian dunia,” ujar
Dr. Ni’am.
Padahal menurutnya, Ariel tak layak
disanjung. Sebab, berdasarkan fakta Ariel dihukum karena tindak pidana
kejahatan yang meruntuhkan harga diri bangsa. Dan tidak hanya berskala
nasional, akan tetapi juga menjadi isu internasional yang memalukan.
Bahkan Presiden RI dalam pidato resmi pada peringatan Hari Anak Nasional
2010, dua tahun lalu menyatakan rasa malu atas kasus tersebut.
“Apa yang seperti ini layak
disambut bak pahlawan? Bukankah ini fakta nyata desain dari pihak-pihak
yang telah, sedang, dan akan mengambil untung dari industri pornografi.
Untuk itu, harus waspada terhadap konsolidasi dan gerakan pendukung
pornografi,” jelas Dr. Ni’am.
Ia pun menengarai desain penyambutan
tersebut memang disengaja didesain oleh pihak-pihak yang mengambil
untung dari industri pornografi. “Desain tersebut sangat kelihatan,
sebagaimana adanya gerakan ‘Free for Ariel’ pada saat kasus ini
disidangkan,” lontar Dr. Ni’am.
Sementara itu menurut Ni’am, realitas
yang ada memperlihatkan dari kasus pornografi ini telah menyebabkan
demoralisasi anak-anak dan memicu kekerasan seksual kepada anak. “Baik
sebagai pelaku maupun korban,” ujarnya.
Dr. Ni’am mengkritisi tindakan mobilisasi anak-anak dan remaja dalam rangka menyambut kebebasan Ariel
jelas bertentangan dengan prinsip perlindungan anak. Langkah tersebut
menurutnya, merupakan eksploitasi sistemik untuk kepentingan pembangunan
opini dan mendongkrak popularitas.
Padahal, lanjut Ni’am, semua orang tahu
bahwa yang bersangkutan dihukum karena melakukan tindak pidana
pornografi, yang akibat perbuatannya telah menyebabkan terdegradasinya
moral anak Indonesia. “Bahkan, pasca kasus tersebut, muncul banyak aduan
kasus pencabulan yang dipicu oleh video tersebut,” bebernya.
Dr. Ni’am pun menghimbau kepada
masyarakat untuk mewaspadai adanya gerakan sistemik dan terdesain dari
pengusaha hitam yang berusaha mengambil keuntungan dari industri
pornografi. “Yang membangun image seolah-olah pelaku kejahatan
pornografi sebagai idola, tokoh, dan sebagainya, yang justru akan
mengancam prinsip perlindungan anak,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Ariel resmi
mendapatkan Pembebasan Bersyarat (PB) hari Senin (23/7/2012). Sejak
pukul 09.15 dengan mengenakan kaos putih dia meninggalkan Rutan Kebon
Waru, Bandung.
Inilah kisah nyata tentang
lembaran-lembaran hitam yang terjadi di negeri dengan populasi muslim
terbesar di dunia ini. Pada saat ormas semacam Front Pembela Islam (FPI)
berunjuk rasa menentang kedatangan bintang porno Miyabi, dan menolak
terbitnya majalah porno Playboy, para ‘penjahat moral’ yang menguasai
media mengecam FPI karena dinilai melanggar HAM dan kebebasan. Namun
saat bebasnya seorang napi amoral yang dihukum karena tebukti berbuat
tidak senonoh bagaikan binatang dengan dua orang wanita yang salah
satunya sudah bersuami, kemudian merekam serta menyebarluaskan video
adegan mesumnya, justru dibela dan diperlakukan bagaikan pahlawan besar
yang baru pulang dari medan perang.
Apa hendak dikata, Indonesia walaupun
sebuah negara yang berpenduduk mayoritas muslim, namun industri media
dinegeri ini masih dikuasai oleh kelompok liberal SEPILIS anti Islam
yang pro kepada para ‘penjahat agama’ dan ‘penjahat moral’. [KbrNet/adl]
0 komentar:
Posting Komentar