Laman

Selasa, 18 Desember 2012

Napi Mesum Disambut bak Pahlawan


Napi Mesum Disambut bak Pahlawan

Salah satu bukti bahwa industri media di Indonesia dikuasai oleh kaum liberal SEPILIS yang anti dengan nilai-nilai Islam adalah liputan besar-besaran terhadap narapidana Ariel mantan vokalis grup Peterpan saat dia bebas bersyarat dari hukuman penjara. Betapa tidak, di negeri dengan populasi muslim terbesar di dunia ini, hari bebasnya seorang narapidana kasus pemeran video tak senonoh dan amoral semacam Ariel disambut secara besar-besaran bak menyambut seorang pahlawan yang baru pulang dari medan perang. Ia disambut dan dielu-elukan oleh sekelompok remaja dan anak-anak dibawah umur yang diduga kuat sengaja dimobilisasi untuk menyambut sang napi mesum.
Wakil ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dr. Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan bahwa respon terhadap pembebasan terpidana tindak pidana pornografi Nazriel Irham alias Ariel dari Rutan Kebon Waru – Bandung dinilainya sangat berlebihan dan terkesan sengaja didesain oleh pihak-pihak tertentu untuk dijadikan pahlawan.
“Lebay, jelas sekali direkayasa oleh pihak-pihak tertentu, didesain dengan berlebihan, dengan penyambutan bak tokoh pahlawan yang pulang dari medan perang. Seolah ia sebagai orang yang berjasa,” kata Dr. Ni’am di Jakarta, seperti dikutip arrahmah.com, Senin, (23/7/2012).
Pesta penyambutan kebebasan Ariel, lanjut Ni’am, sudah melebihi batas kewajaran yang dialamatkan kepada seorang narapidana kasus amoral, sehingga melebihi orang-orang yang sebenarnya berjasa kepada negara.
“Seolah ia orang mulia, lebih mulia dari atlet-atlet kita yang mengharumkan nama bangsa di kancah internasional, (lebih) dari anak-anak siswa nasional kita yang pulang dari kejuaraan internasional dengan berbagai prestasi, bahkan (lebih) dari kontingen Garuda yang mengharumkan nama bangsa dalam misi perdamaian dunia,” ujar Dr. Ni’am.
Padahal menurutnya, Ariel tak layak disanjung. Sebab, berdasarkan fakta Ariel dihukum karena tindak pidana kejahatan yang meruntuhkan harga diri bangsa. Dan tidak hanya berskala nasional, akan tetapi juga menjadi isu internasional yang memalukan. Bahkan Presiden RI dalam pidato resmi pada peringatan Hari Anak Nasional 2010, dua tahun lalu menyatakan rasa malu atas kasus tersebut.
“Apa yang seperti ini layak disambut bak pahlawan? Bukankah ini fakta nyata desain dari pihak-pihak yang telah, sedang, dan akan mengambil untung dari industri pornografi. Untuk itu, harus waspada terhadap konsolidasi dan gerakan pendukung pornografi,” jelas Dr. Ni’am.
Ia pun menengarai desain penyambutan tersebut memang disengaja didesain oleh pihak-pihak yang mengambil untung dari industri pornografi. “Desain tersebut sangat kelihatan, sebagaimana adanya gerakan ‘Free for Ariel’ pada saat kasus ini disidangkan,” lontar Dr. Ni’am.
Sementara itu menurut Ni’am, realitas yang ada memperlihatkan dari kasus pornografi ini telah menyebabkan demoralisasi anak-anak dan memicu kekerasan seksual kepada anak. “Baik sebagai pelaku maupun korban,” ujarnya.
Dr. Ni’am mengkritisi tindakan mobilisasi anak-anak dan remaja dalam rangka menyambut kebebasan Ariel jelas bertentangan dengan prinsip perlindungan anak. Langkah tersebut menurutnya, merupakan eksploitasi sistemik untuk kepentingan pembangunan opini dan mendongkrak popularitas.
Padahal, lanjut Ni’am, semua orang tahu bahwa yang bersangkutan dihukum karena melakukan tindak pidana pornografi, yang akibat perbuatannya telah menyebabkan terdegradasinya moral anak Indonesia. “Bahkan, pasca kasus tersebut, muncul banyak aduan kasus pencabulan yang dipicu oleh video tersebut,” bebernya.
Dr. Ni’am pun menghimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai adanya gerakan sistemik dan terdesain dari pengusaha hitam yang berusaha mengambil keuntungan dari industri pornografi. “Yang membangun image seolah-olah pelaku kejahatan pornografi sebagai idola, tokoh, dan sebagainya, yang justru akan mengancam prinsip perlindungan anak,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Ariel resmi mendapatkan Pembebasan Bersyarat (PB) hari Senin (23/7/2012). Sejak pukul 09.15 dengan mengenakan kaos putih dia meninggalkan Rutan Kebon Waru, Bandung.
Inilah kisah nyata tentang lembaran-lembaran hitam yang terjadi di negeri dengan populasi muslim terbesar di dunia ini. Pada saat ormas semacam Front Pembela Islam (FPI) berunjuk rasa menentang kedatangan bintang porno Miyabi, dan menolak terbitnya majalah porno Playboy, para ‘penjahat moral’ yang menguasai media mengecam FPI karena dinilai melanggar HAM dan kebebasan. Namun saat bebasnya seorang napi amoral yang dihukum karena tebukti berbuat tidak senonoh bagaikan binatang dengan dua orang wanita yang salah satunya sudah bersuami, kemudian merekam serta menyebarluaskan video adegan mesumnya, justru dibela dan diperlakukan bagaikan pahlawan besar yang baru pulang dari medan perang.
Apa hendak dikata, Indonesia walaupun sebuah negara yang berpenduduk mayoritas muslim, namun industri media dinegeri ini masih dikuasai oleh kelompok liberal SEPILIS anti Islam yang pro kepada para ‘penjahat agama’ dan ‘penjahat moral’. [KbrNet/adl]

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com