Laman

Kamis, 19 April 2012

Penolakan Alih Fungsi Hutan Mangrove di Desa Kuala Karang, Kubu Raya


Komite Nelayan Pantai Selatan
PERNYATAAN SIKAP

“MENOLAK PEMBANGUNAN TAMBAK IKAN DI DESA KUALA KARANG, KARENA TELAH MEMBAWA DAMPAK SOSIAL EKONOMI DAN EKOLOGIS BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT”

KRONOLOGI SINGKAT MASUKNYA TAMBAK DI KUALA KARANG
              Masuknya tambak Ikan di Desa Kuala Karang terjadi pada tahun 2008. Hal ini dapat dilihat dari surat rekomendasi dari Kepala Desa yang dikeluarkan pada 13 Juni 2008 dengan nomor surat 593.6/92/EKBANG yang diberikan kepada pengusaha tambak bernama H. ISHAK SULAIMAN. Isi daripada surat tersebut adalah rekomendari pembangunan tambak ikan di Desa Kuala Karang, Kec Telukpakedai, Kab Kubu Raya dengan luas sebagai berikut: Panjang 3.000 M dan Lebar 350 M atau 105 Hektar.
Selang beberapa waktu Kepala Desa Kuala Karang kembali mengeluarkan surat rekomendasi pembangunan usaha budidaya tambak di Desa Kuala Karang kepada pengusaha tambak yang lainya. Seperti Surat Rekomendasi yang keluar pada 30 Oktober 2008 dengan nomor surat 593.5/559/EKBANG yang diberikan kepada pengusaha tambak bernama FIRDAUS DON dengan luas lahan yang direkomendasikan sebesar ( Panjang 3.000 Meter x Lebar 400 Meter) atau 120 Hekter. Adapun lokasi yang akan dijadikan areal pembangunan tambak terletak di RT.01/RW.01 Dusun Suka Maju Desa Kuala Karang. Dalam surat rekomendasi ini juga tertulis bahwa pengusaha berhak menggarap hutan seluas ijin yang direkomendasikan diatas.
Satu tahun kemudian Kepala Desa Kuala Karang kembali mengeluarkan Surat Rekomendasi pembangunan tambak ikan/udang kepada pengusaha lainya. Kali ini surat rekomendasi diberikan kepada pengusaha dengan nama MARIANTO dengan nomor surat 595.6/32/EKBANG yang dikeluarkan pada tanggal 10 Maret 2009. Dalam surat ini kepala desa memberikan rekomendasi pembangunan tambak seluas (Panjang 1.500 Meter dan Lebar 400 meter) atau 60 Hektar yang terletak di Dusun Parit Umar RT.10/RW.3.
Demikian surat rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh Kepala Desa Kuala Karang setelah menindaklanjuti ajuan dari masing-masing pengusaha yang akan menanamkan modalnya untuk budidaya tambak ikan/udang di Desa Kuala Karang. Dengan kata lain, surat rekomendasi ini adalah dasar hukum yang telah melegalisasi masuknya tambak ikan/udang di Desa Kuala Karang. Apakah masih ada surat rekomendasi atau surat ijin lainya yang dikeluarkan oleh pihak-pihak terkait, dalam hal ini masih belum ada kejelasan. Hanya dari ketiga orang pengusaha diatas, H. Ishak Sulaiman yang dapat kita ketahui telah mengantongi Surat Ijin Usaha Perikanan yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pontianak.Namun demikian IUP yang dikeluarkan pada 15 November 2007 dengan nomor surat 532.3/12/IUP/2007 ini tidak dilengkapi dengan keterangan lokasi rencana pembangunan tambak. SehinggasuratIUP yang menjadi dasar diberikanya surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Kuala Karang kepada H. ISHAK SULAIMAN tersebut patut untuk dipertanyakan keabsahannya.
Dari beberapa data diatas, maka saat ini paling tidak terdapat tiga pengusaha yang secara hukum telah mendapatkan rekomendasi dari Kepala Desa Kuala Karang.Karena dalam perkembangan terkini pengusaha yang telah mengembangkan usaha budidaya tambak ikan/udang tidak hanya tiga pengusaha diatas. Artinya masih ada beberapa pengusaha lainya lagi yang telah menanamkan modalnya untuk membangun usaha budidaya ikan di Desa Kuala Karang tanpa surat rekomendasi atau ijin dari pihak manapun.  Seperti H. MAJID yang telah membangun tambak sejak tahun 2008 yang lalu. Kemudian H BURHAN, AHANG, AMAD ARAB juga melakukan praktek yang sama, sejak tahun 2008 yang lalu para pengusaha illegal tersebut telah membangun usaha pertambakan di Desa Kuala Karang. Sehingga jika ditotal, jumlah pengusaha yang telah menanamkan modalnya untuk usaha budidaya pertambakan di Desa Kuala Karang berjumlah tujuh pengusaha.
Uraian diatas menunjukan adanya berbagaimacam kejanggalan dari proses pembangunan usaha budidaya pertambakan. Pertama, tiga buah surat rekomendasi yang dikeluarkan secara sepihak oleh Kepala Desa. Dimana kepala desa tidak pernah melibatkan masyarakat setempat dalam memutuskan diterimanya pembangunan usaha budidaya pertambakan.Para pengusaha juga tidak pernah melakukan sosialisasi secara terbuka dengan seluruh masyarakat terkait dengan rencana pembangunan tambak.Sehingga masyarakat tidak mengetahui tentang bagaimana dampak daripada pembangunan tambak terhadap kehidupan masyarakat.Justru yang terjadi adalah sebaliknya, dimana para pengusaha lewat kaki tanganya malah memberikan berbagaimacam janji kepada masyarakat tekait dengan rencana pembangunan tambak. Seperti akan membangunkan jalan dan membangun pintu klep air untuk pertanian. Mereka juga mengatakan bahwa masuknya tambak di Kuala Karang adalah bagian dari upaya pengusaha untuk menggali potensi sumber daya alam yang ada di Kuala Karang.Hal ini dimaksudkan para pengusaha agar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
Praktek yang demikianlah yang justru dilakukan oleh para pengusaha lewat kaki tanganya agar masyarakat mau menerima. Dengan kata lain, para pengusaha bukan malah melakukan sosialisasi kepada masyarakat, namun hanya memberikan berbagaimacam janji-janji manis yang tidak pernah terealisasi. Justru yang terjadi malah sebaliknya, dimana masuknya tambak telah menimbulkan berbagaimacam persoalan ditengah-tengah masyarakat.
Penyimpangan lainya lagi adalah manipulasi data yang dilakukan oleh FIRDAUS DONterhadap masyarakat pada saat proses ganti rugi tanah. Lewat kaki tanganya, FIRDAUS DONmembeli tanah-tanah masyarakat dengan harga Rp. 1.500.000 /2 Ha. Hal ini dapat dilihat dari surat pernyataan penyerahan ganti rugi/jual beli tanah yang dikeluarkan pada 3 November 2010. Namun dalam kenyataanya, luas tanah yang dibeli oleh Sdr FIRDAUSN DON tersebut bukanlah 2 ha, akan tetapi 20 ha bagi setiap orang yang telah menandatangani surat perjanjian tersebut. FIRDAUS DON juga melakukan manipulasi atas proses jual beli tanah ini, yaitu dengan memalsukan tandatangan warga. Hal ini dapat dilihat dari salah seorang wagra yang sudah meninggal sejak 2008 yang lalu, namun nama dan tandatanganya tercantum dalam surat jual beli tanah tersebut.
Beberapa bukti ini menunjukan adanya kebohongan yang dilakukan oleh FIRDAUS DONdalam upayanya untuk mendapatkan tanah yang akan dijadikan sebagai areal pertambakan. Karena jauh sebelum tanah tersebut dibeli Sdr FIRDAUS DONsesungguhnya pengusaha lainya dengan nama MARIANTO juga telah membeli tanah tersebut dari masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari surat perjanjian kesepakatan antara 39 masyarakat dengan Sdr MARIANTO. Dalam surat kesepakatan tersebut, masyarakat menyetujui rencana pembangunan tambak yang berlokasi di RT 09 dan RT 10 asalkan pengusaha dapat mentaati ketentuan yang berlaku. Namun dalam perkembangan karena yang menyepakati rencana pembangunan tambak tersebut hanya 39 orang, maka sebagian besar masyarakat yang tidak menyetujui langsung melakukan penolakan.Adanya penolakan inilah yang kemudian membuat Sdr MARIANTOmenarik diri dari rencananya untuk membangun tambak di lokasi tersbut.
Setelah Sdr MARIANTO menarik diri dari rencana pembangunan tambak ini kemudian dilanjutkan oleh Sdr FIRDAUS DON dengan membeli tanah-tanah tersebut kembali kepada masyarakat dengan harga Rp. 1.500.000/20 ha. Lewat surat perjanjian jual beli/ganti rugi yang dilakukan secara sepihak oleh Sdr FIRDAUS DON ini kemudian yang menjadi dasar Sdr FIRDAUS DON melakukan penebangan/pembabatan hutan mangrove. Hal inilah yang semakin membuktikan bahwa proes pembangunan tambak di Kuala Karang sejak awal memang terdapat berbagaimacam kebohongan dan penuh dengan manipulasi.
Setelah dilakukanya proses jual beli tanah ini kemudian semakin menambah rumitnya persoalan tambak di Kuala Karang. Karena sejak disepakatinya surat pernyataan jual beli tersebut, dua orang pengusaha yaitu Sdr AHANG dan H. Majid semakin mudah  dan bebas membabat hutan mangrove untuk dibangun usaha budidaya pertambakan. Hal ini dilakukan karena dua orang pengusaha tersebut merasa telah membeli tanah-tanah tersebut dengan Sdr FIRDAUS DON.Sehingga merasa tidak lagi memiliki urusan dengan pemerintah desadan masyarakat soal keabsahan dalam hal penguasaan tanah.
Pengusaha tambak lainya lagi yang melakukan praktek yang samaadalah H. BURHAN. Dengan dalih telah membeli tanah di Desa Kuala Karang dengan orang-orang yang saat ini tidak lagi berdomisili di Kuala Karang.  Atau dengan kata lain orang-orang yang dimaksud saat ini tidak lagi menjadi penduduk  Kuala Karang sejak puluhan tahun yang lalu. Dengan dasar telah membeli tanah-tanah di Kuala Karang H. BURHAN secara semena-mena/sepihak juga melakukan penebangan Hutan Mangrove untuk membangun usaha budidaya pertambakan tanpa mengantongi surat rekomendasi dari desa atau surat ijin dari pihak manapun juga. Praktek yang demikian menegaskan bahwa H. BURHAN telah mengabaikan keberadaan masyarakat dan peranan pemerintah desa.Karena dalam kenyataanya H. BURHAN dalam membangun usaha pertambakanya tidak dilalui dengan prosedur perijinan, atau rekomendasi dari Kepala Desa.Bahkan Kepala DesaKuala Karang dalam hal ini juga tidak mampu berbuat apa-apa melihat aksi penebangan Hutan Mangrove yang dilakukan oleh H. BURHAN.
Demikianlah proses masuknya tambak di Kuala Karang. Dalam perkembangan terkini, persoalan ini semakin rumit dan memicu reaksi dari masyarakat.
MUNCULNYA PENOLAKAN DARI MASYARAKAT
Pada awalnya masyarakat Desa Kuala Karang menanggapi masuknya tambak ikan sangat berfariasi.Sebagian ada yang menolak dan sebagiannya lagi ada yang menerima. Pihak yang menolak merasa bahwa masuknya tambak ikan akan merusak alam/hutan yang selama ini tidak hanya berfungsi secara ekologis, namun juga memberi manfaat secara ekonomis. Sementara itu pihak-pihak yang menerima berpikir bahwa masuknya tambak di Desa Kuala Karang akan memebawa perubahan. Karena para pengusaha yang masuk selalu menawarkan dan menjanjikan akan membangun jalan, memperbaiki klep pintu air dilahan pertanian dsb. Demikian reaksi masyarakat menanggapi masuknya tambak.
Dalam perkembangan berikutnya, seiring dengan semakin meluasnya pembangunan tambak ikan/udang memang telah membawa perubahan di Desa Kuala Karang.Perubahan yang dimaksud disini adalah rusaknya hutan karena dibabat habis oleh para pengusaha tambak.Rusaknya hutan dalam kenyataanya telah berdampak pada hilangnya sebagian sumber matapencaharian masyarakat.Karena rusaknya hutan mengakibatkan sebagian masyarakat tidak bisa lagi mencari anekamacam satwa air laut, seperti kepiting, kepah yang ada disekitar hutan mangrove.Padahal pekerjaan yang demikian menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat yang kedua setelah melaut.Bahkan pada waktu-waktu tertentu, saat masyarakat tidak bisa melaut karena besarnya gelombang, pekerjaan disekitar hutang mangrove memegang peranan yang utama.
Persoalan tersebut kemudian diperparah lagi dengan dampak ekologis yang juga tidak terhindarkan.Sebagaimana kita ketahui bahwa hutan mangrove berfungsi sebagai satu-satunya penyangga kawasan pantai dari bencana abrasi.Sehingga jika saat ini pengundulan hutan mangrove terjadi dimana-mana, maka potensi abrasi menjadi semakin tidak terhindarkan.Selain itu bencana banjir juga menjadi salah satu ancaman yang pasti.Sebagaimana banjir yang telah menenggelamkan puluhan rumah di Desa Kuala Karang pada Desember 2010 tahun yang lalu.
Berbagaimacam dampak yang ditimbulkan dari masuknya tambak diataslah yang telah menimbulkan reaksi penolakan dari seluruh masyarakat Desa Kuala Karang.Sebagian masyarakat yang sebelumnya menerima kehadiran tambak, kini mereka sepakat untuk menolaknya. Penolakan ini wajar, karena masuknya tambak justru berlawanan dengan apa yang mereka harapkan dan apa yang dijanjikan oleh para pengusaha. Pembangunan jalan dan pembangunan kelep air yang dijanjikan oleh pengusaha sampai saat ini juga tidak pernah terealisasi.Hal ini diperparah lagi dengan sikap sinis dari pihak pengusaha dengan melarang masyarakat untuk merasakan ikan hasil budidaya tambak.Pada suatu kasus, ketika panen ikan dilakukan oleh perusahaan, masyarakat berduyun-duyun ingin membeli untuk sekedar dimakan, namun sikap pengusaha lewat para karyawannya justru malah melarangnya.Hal inilah yang semakin memicu reaksi penolakan dari seluruh masyarakat.Initinya penolakan dari masyarakat terhadap masuknya tambak ikan didasari pada tidak adanya kontribusi dari masuknya tambak terhadap masyarakat secara langsung maupun pemerintah desa secara umum.Yang terjadi justru sebalinya, masuknya tambak telah membawa berbagaimacam kerugian dipihak masyarakat, seperti hilangnya sumber matapencaharian masyarakat dan rusakhnya hutan mangrove yang disekitar Desa Kuala Karang.
Demikianlah beberapa alasan yang mendasari penolakan masyarakat terhadap pembangunan tambak di Desa Kuala Karang.Beberapa aksi penolakan terus dilakukan oleh masyarakat.Seperti negosiasi yang dilakukan oleh masyarakat dengan pemerintah desa dan pengusaha yang dilakukan pada 20 Februari 2011 yang lalu.Dalam negosiasi tersebut setelah masyarakat menyampaikan berbagaimacam tuntutanya, para pengusaha dan pemeruntah desa justru malah saling lempar persoalan dan terkesan saling tidak mau bertanggungjawab.Bahkan yang terjadi para pengusaha ingin menghasut kembali masyarakat dengan memberikan tawaran-tawaran yang sepihak.Berbagaimacam aksi pembabatan hutan mangrove yang telah merusak lingkungan tidak mampu dipertanggungjawabkan dihadapan masyarakat.
Berbagaimacam aksi penolakan yang dilakukan oleh masyarakat sesungguhnya telah dilakukan sejak tahun 2008 yang lalu.Aksi penolakan ini dalam perkembanganya telah direspon oleh pihak pemerintah Kabupaten Kubu Raya. Seperti surat edaran yang dikeluarkan oleh Bupati Kubu Raya pada 5 Juni 2009 dengan nomor surat 522/0530/Hutbun.D.I/2009. Isi daripada surat tersebut adalah penghentian kegiatan pertambakan, karena telah melakukan penebangan terhadap hutan lindung. Namun demikian surat yang telah dikeluarkan sejak 2009 yang lalu tetap tidak diindahkan para pengusaha. Aksi penebangan terus dilakukan, pembangunan tambak juga terus berlanjut.
Berangkat dari persoalan tersebutlah, kami yang tergabung didalam organisasi masa nelayan Kuala Karang “Komine Nelayan Pantai Selatan” (KNPS) sekali lagi mengharapkan agar pemerintah Kabupaten Kubu Raya dapat mengambil tindakan tegas atas praktek para pengusaha tambak yang terus melakukan penebangan hutan mangrove di Desa Kuala Karang. Dalam hal ini kami menyatakan:
  1. Menolak pembangunan tambak ikan di Desa Kuala Karang, karena telah membawa dampak sosial ekonomi dan ekologis bagi kehidupan masyarakat.
  2. Menolak pembangunan hutan mangrove yang merupakan areal hutan lindung di Desa Kuala Karang untuk dikonversi menjadi areal pertambakan.
  3. Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kubu Raya (Bapak BUPATI KUBU RAYA) agar segera dapat mengambil tindakan tegas atas persoalan ini.

MENGETAHUI
KOMITE NELAYAN PANTAI SELATAN


ACHMAD A. DOLEK
                                                                     
   Ketua Umum

sumber:wordpress.com 





0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com