Komite Nelayan Pantai Selatan
PERNYATAAN SIKAP
“MENOLAK PEMBANGUNAN TAMBAK IKAN DI DESA KUALA
KARANG, KARENA TELAH MEMBAWA DAMPAK SOSIAL EKONOMI DAN EKOLOGIS BAGI
KEHIDUPAN MASYARAKAT”
KRONOLOGI SINGKAT MASUKNYA TAMBAK DI KUALA KARANG
Masuknya tambak Ikan di Desa Kuala Karang terjadi pada tahun 2008.
Hal ini dapat dilihat dari surat rekomendasi dari Kepala Desa yang
dikeluarkan pada 13 Juni 2008 dengan nomor surat 593.6/92/EKBANG yang
diberikan kepada pengusaha tambak bernama H. ISHAK SULAIMAN.
Isi daripada surat tersebut adalah rekomendari pembangunan tambak ikan
di Desa Kuala Karang, Kec Telukpakedai, Kab Kubu Raya dengan luas
sebagai berikut: Panjang 3.000 M dan Lebar 350 M atau 105 Hektar.
Selang beberapa waktu Kepala Desa Kuala Karang kembali mengeluarkan
surat rekomendasi pembangunan usaha budidaya tambak di Desa Kuala Karang
kepada pengusaha tambak yang lainya. Seperti Surat Rekomendasi yang
keluar pada 30 Oktober 2008 dengan nomor surat 593.5/559/EKBANG yang
diberikan kepada pengusaha tambak bernama FIRDAUS DON
dengan luas lahan yang direkomendasikan sebesar ( Panjang 3.000 Meter x
Lebar 400 Meter) atau 120 Hekter. Adapun lokasi yang akan dijadikan
areal pembangunan tambak terletak di RT.01/RW.01 Dusun Suka Maju Desa
Kuala Karang. Dalam surat rekomendasi ini juga tertulis bahwa pengusaha
berhak menggarap hutan seluas ijin yang direkomendasikan diatas.
Satu tahun kemudian Kepala Desa Kuala Karang kembali mengeluarkan
Surat Rekomendasi pembangunan tambak ikan/udang kepada pengusaha lainya.
Kali ini surat rekomendasi diberikan kepada pengusaha dengan nama MARIANTO
dengan nomor surat 595.6/32/EKBANG yang dikeluarkan pada tanggal 10
Maret 2009. Dalam surat ini kepala desa memberikan rekomendasi
pembangunan tambak seluas (Panjang 1.500 Meter dan Lebar 400 meter) atau
60 Hektar yang terletak di Dusun Parit Umar RT.10/RW.3.
Demikian surat rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh
Kepala Desa Kuala Karang setelah menindaklanjuti ajuan dari
masing-masing pengusaha yang akan menanamkan modalnya untuk budidaya
tambak ikan/udang di Desa Kuala Karang. Dengan kata lain, surat
rekomendasi ini adalah dasar hukum yang telah melegalisasi masuknya
tambak ikan/udang di Desa Kuala Karang. Apakah masih ada surat
rekomendasi atau surat ijin lainya yang dikeluarkan oleh pihak-pihak
terkait, dalam hal ini masih belum ada kejelasan. Hanya dari ketiga
orang pengusaha diatas, H. Ishak Sulaiman yang dapat kita ketahui telah
mengantongi Surat Ijin Usaha Perikanan yang dikeluarkan oleh Dinas
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pontianak.Namun demikian IUP yang
dikeluarkan pada 15 November 2007 dengan nomor surat 532.3/12/IUP/2007
ini tidak dilengkapi dengan keterangan lokasi rencana pembangunan
tambak. SehinggasuratIUP yang menjadi dasar diberikanya surat
rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Kuala Karang kepada H.
ISHAK SULAIMAN tersebut patut untuk dipertanyakan keabsahannya.
Dari beberapa data diatas, maka saat ini paling tidak terdapat tiga
pengusaha yang secara hukum telah mendapatkan rekomendasi dari Kepala
Desa Kuala Karang.Karena dalam perkembangan terkini pengusaha yang telah
mengembangkan usaha budidaya tambak ikan/udang tidak hanya tiga
pengusaha diatas. Artinya masih ada beberapa pengusaha lainya lagi yang
telah menanamkan modalnya untuk membangun usaha budidaya ikan di Desa
Kuala Karang tanpa surat rekomendasi atau ijin dari pihak manapun.
Seperti H. MAJID yang telah membangun tambak sejak tahun 2008 yang lalu.
Kemudian H BURHAN, AHANG, AMAD ARAB juga melakukan praktek yang sama,
sejak tahun 2008 yang lalu para pengusaha illegal tersebut telah
membangun usaha pertambakan di Desa Kuala Karang. Sehingga jika ditotal,
jumlah pengusaha yang telah menanamkan modalnya untuk usaha budidaya
pertambakan di Desa Kuala Karang berjumlah tujuh pengusaha.
Uraian diatas menunjukan adanya berbagaimacam kejanggalan dari proses
pembangunan usaha budidaya pertambakan. Pertama, tiga buah surat
rekomendasi yang dikeluarkan secara sepihak oleh Kepala Desa. Dimana
kepala desa tidak pernah melibatkan masyarakat setempat dalam memutuskan
diterimanya pembangunan usaha budidaya pertambakan.Para pengusaha juga
tidak pernah melakukan sosialisasi secara terbuka dengan seluruh
masyarakat terkait dengan rencana pembangunan tambak.Sehingga masyarakat
tidak mengetahui tentang bagaimana dampak daripada pembangunan tambak
terhadap kehidupan masyarakat.Justru yang terjadi adalah sebaliknya,
dimana para pengusaha lewat kaki tanganya malah memberikan berbagaimacam
janji kepada masyarakat tekait dengan rencana pembangunan tambak.
Seperti akan membangunkan jalan dan membangun pintu klep air untuk
pertanian. Mereka juga mengatakan bahwa masuknya tambak di Kuala Karang
adalah bagian dari upaya pengusaha untuk menggali potensi sumber daya
alam yang ada di Kuala Karang.Hal ini dimaksudkan para pengusaha agar
dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
Praktek yang demikianlah yang justru dilakukan oleh para pengusaha
lewat kaki tanganya agar masyarakat mau menerima. Dengan kata lain, para
pengusaha bukan malah melakukan sosialisasi kepada masyarakat, namun
hanya memberikan berbagaimacam janji-janji manis yang tidak pernah
terealisasi. Justru yang terjadi malah sebaliknya, dimana masuknya
tambak telah menimbulkan berbagaimacam persoalan ditengah-tengah
masyarakat.
Penyimpangan lainya lagi adalah manipulasi data yang dilakukan oleh FIRDAUS DONterhadap masyarakat pada saat proses ganti rugi tanah. Lewat kaki tanganya, FIRDAUS DONmembeli
tanah-tanah masyarakat dengan harga Rp. 1.500.000 /2 Ha. Hal ini dapat
dilihat dari surat pernyataan penyerahan ganti rugi/jual beli tanah yang
dikeluarkan pada 3 November 2010. Namun dalam kenyataanya, luas tanah
yang dibeli oleh Sdr FIRDAUSN DON tersebut bukanlah 2 ha, akan tetapi 20
ha bagi setiap orang yang telah menandatangani surat perjanjian
tersebut. FIRDAUS DON juga melakukan manipulasi atas proses jual beli
tanah ini, yaitu dengan memalsukan tandatangan warga. Hal ini dapat
dilihat dari salah seorang wagra yang sudah meninggal sejak 2008 yang
lalu, namun nama dan tandatanganya tercantum dalam surat jual beli tanah
tersebut.
Beberapa bukti ini menunjukan adanya kebohongan yang dilakukan oleh FIRDAUS DONdalam
upayanya untuk mendapatkan tanah yang akan dijadikan sebagai areal
pertambakan. Karena jauh sebelum tanah tersebut dibeli Sdr FIRDAUS DONsesungguhnya
pengusaha lainya dengan nama MARIANTO juga telah membeli tanah tersebut
dari masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari surat perjanjian
kesepakatan antara 39 masyarakat dengan Sdr MARIANTO. Dalam surat
kesepakatan tersebut, masyarakat menyetujui rencana pembangunan tambak
yang berlokasi di RT 09 dan RT 10 asalkan pengusaha dapat mentaati
ketentuan yang berlaku. Namun dalam perkembangan karena yang menyepakati
rencana pembangunan tambak tersebut hanya 39 orang, maka sebagian besar
masyarakat yang tidak menyetujui langsung melakukan penolakan.Adanya
penolakan inilah yang kemudian membuat Sdr MARIANTOmenarik diri dari
rencananya untuk membangun tambak di lokasi tersbut.
Setelah Sdr MARIANTO menarik diri dari rencana pembangunan tambak ini
kemudian dilanjutkan oleh Sdr FIRDAUS DON dengan membeli tanah-tanah
tersebut kembali kepada masyarakat dengan harga Rp. 1.500.000/20 ha.
Lewat surat perjanjian jual beli/ganti rugi yang dilakukan secara
sepihak oleh Sdr FIRDAUS DON ini kemudian yang menjadi dasar Sdr FIRDAUS
DON melakukan penebangan/pembabatan hutan mangrove. Hal inilah yang
semakin membuktikan bahwa proes pembangunan tambak di Kuala Karang sejak
awal memang terdapat berbagaimacam kebohongan dan penuh dengan
manipulasi.
Setelah dilakukanya proses jual beli tanah ini kemudian semakin
menambah rumitnya persoalan tambak di Kuala Karang. Karena sejak
disepakatinya surat pernyataan jual beli tersebut, dua orang pengusaha
yaitu Sdr AHANG dan H. Majid semakin mudah dan bebas membabat hutan
mangrove untuk dibangun usaha budidaya pertambakan. Hal ini dilakukan
karena dua orang pengusaha tersebut merasa telah membeli tanah-tanah
tersebut dengan Sdr FIRDAUS DON.Sehingga merasa tidak lagi memiliki
urusan dengan pemerintah desadan masyarakat soal keabsahan dalam hal
penguasaan tanah.
Pengusaha tambak lainya lagi yang melakukan praktek yang samaadalah
H. BURHAN. Dengan dalih telah membeli tanah di Desa Kuala Karang dengan
orang-orang yang saat ini tidak lagi berdomisili di Kuala Karang. Atau
dengan kata lain orang-orang yang dimaksud saat ini tidak lagi menjadi
penduduk Kuala Karang sejak puluhan tahun yang lalu. Dengan dasar telah
membeli tanah-tanah di Kuala Karang H. BURHAN secara
semena-mena/sepihak juga melakukan penebangan Hutan Mangrove untuk
membangun usaha budidaya pertambakan tanpa mengantongi surat rekomendasi
dari desa atau surat ijin dari pihak manapun juga. Praktek yang
demikian menegaskan bahwa H. BURHAN telah mengabaikan keberadaan
masyarakat dan peranan pemerintah desa.Karena dalam kenyataanya H.
BURHAN dalam membangun usaha pertambakanya tidak dilalui dengan prosedur
perijinan, atau rekomendasi dari Kepala Desa.Bahkan Kepala DesaKuala
Karang dalam hal ini juga tidak mampu berbuat apa-apa melihat aksi
penebangan Hutan Mangrove yang dilakukan oleh H. BURHAN.
Demikianlah proses masuknya tambak di Kuala Karang. Dalam
perkembangan terkini, persoalan ini semakin rumit dan memicu reaksi dari
masyarakat.
MUNCULNYA PENOLAKAN DARI MASYARAKAT
Pada awalnya masyarakat Desa Kuala Karang menanggapi masuknya tambak
ikan sangat berfariasi.Sebagian ada yang menolak dan sebagiannya lagi
ada yang menerima. Pihak yang menolak merasa bahwa masuknya tambak ikan
akan merusak alam/hutan yang selama ini tidak hanya berfungsi secara
ekologis, namun juga memberi manfaat secara ekonomis. Sementara itu
pihak-pihak yang menerima berpikir bahwa masuknya tambak di Desa Kuala
Karang akan memebawa perubahan. Karena para pengusaha yang masuk selalu
menawarkan dan menjanjikan akan membangun jalan, memperbaiki klep pintu
air dilahan pertanian dsb. Demikian reaksi masyarakat menanggapi
masuknya tambak.
Dalam perkembangan berikutnya, seiring dengan semakin meluasnya
pembangunan tambak ikan/udang memang telah membawa perubahan di Desa
Kuala Karang.Perubahan yang dimaksud disini adalah rusaknya hutan karena
dibabat habis oleh para pengusaha tambak.Rusaknya hutan dalam
kenyataanya telah berdampak pada hilangnya sebagian sumber
matapencaharian masyarakat.Karena rusaknya hutan mengakibatkan sebagian
masyarakat tidak bisa lagi mencari anekamacam satwa air laut, seperti
kepiting, kepah yang ada disekitar hutan mangrove.Padahal pekerjaan yang
demikian menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat yang kedua
setelah melaut.Bahkan pada waktu-waktu tertentu, saat masyarakat tidak
bisa melaut karena besarnya gelombang, pekerjaan disekitar hutang
mangrove memegang peranan yang utama.
Persoalan tersebut kemudian diperparah lagi dengan dampak ekologis
yang juga tidak terhindarkan.Sebagaimana kita ketahui bahwa hutan
mangrove berfungsi sebagai satu-satunya penyangga kawasan pantai dari
bencana abrasi.Sehingga jika saat ini pengundulan hutan mangrove terjadi
dimana-mana, maka potensi abrasi menjadi semakin tidak
terhindarkan.Selain itu bencana banjir juga menjadi salah satu ancaman
yang pasti.Sebagaimana banjir yang telah menenggelamkan puluhan rumah di
Desa Kuala Karang pada Desember 2010 tahun yang lalu.
Berbagaimacam dampak yang ditimbulkan dari masuknya tambak diataslah
yang telah menimbulkan reaksi penolakan dari seluruh masyarakat Desa
Kuala Karang.Sebagian masyarakat yang sebelumnya menerima kehadiran
tambak, kini mereka sepakat untuk menolaknya. Penolakan ini wajar,
karena masuknya tambak justru berlawanan dengan apa yang mereka harapkan
dan apa yang dijanjikan oleh para pengusaha. Pembangunan jalan dan
pembangunan kelep air yang dijanjikan oleh pengusaha sampai saat ini
juga tidak pernah terealisasi.Hal ini diperparah lagi dengan sikap sinis
dari pihak pengusaha dengan melarang masyarakat untuk merasakan ikan
hasil budidaya tambak.Pada suatu kasus, ketika panen ikan dilakukan oleh
perusahaan, masyarakat berduyun-duyun ingin membeli untuk sekedar
dimakan, namun sikap pengusaha lewat para karyawannya justru malah
melarangnya.Hal inilah yang semakin memicu reaksi penolakan dari seluruh
masyarakat.Initinya penolakan dari masyarakat terhadap masuknya tambak
ikan didasari pada tidak adanya kontribusi dari masuknya tambak terhadap
masyarakat secara langsung maupun pemerintah desa secara umum.Yang
terjadi justru sebalinya, masuknya tambak telah membawa berbagaimacam
kerugian dipihak masyarakat, seperti hilangnya sumber matapencaharian
masyarakat dan rusakhnya hutan mangrove yang disekitar Desa Kuala
Karang.
Demikianlah beberapa alasan yang mendasari penolakan masyarakat
terhadap pembangunan tambak di Desa Kuala Karang.Beberapa aksi penolakan
terus dilakukan oleh masyarakat.Seperti negosiasi yang dilakukan oleh
masyarakat dengan pemerintah desa dan pengusaha yang dilakukan pada 20
Februari 2011 yang lalu.Dalam negosiasi tersebut setelah masyarakat
menyampaikan berbagaimacam tuntutanya, para pengusaha dan pemeruntah
desa justru malah saling lempar persoalan dan terkesan saling tidak mau
bertanggungjawab.Bahkan yang terjadi para pengusaha ingin menghasut
kembali masyarakat dengan memberikan tawaran-tawaran yang
sepihak.Berbagaimacam aksi pembabatan hutan mangrove yang telah merusak
lingkungan tidak mampu dipertanggungjawabkan dihadapan masyarakat.
Berbagaimacam aksi penolakan yang dilakukan oleh masyarakat
sesungguhnya telah dilakukan sejak tahun 2008 yang lalu.Aksi penolakan
ini dalam perkembanganya telah direspon oleh pihak pemerintah Kabupaten
Kubu Raya. Seperti surat edaran yang dikeluarkan oleh Bupati Kubu Raya
pada 5 Juni 2009 dengan nomor surat 522/0530/Hutbun.D.I/2009. Isi
daripada surat tersebut adalah penghentian kegiatan pertambakan, karena
telah melakukan penebangan terhadap hutan lindung. Namun demikian surat
yang telah dikeluarkan sejak 2009 yang lalu tetap tidak diindahkan para
pengusaha. Aksi penebangan terus dilakukan, pembangunan tambak juga
terus berlanjut.
Berangkat dari persoalan tersebutlah, kami yang tergabung didalam
organisasi masa nelayan Kuala Karang “Komine Nelayan Pantai Selatan”
(KNPS) sekali lagi mengharapkan agar pemerintah Kabupaten Kubu Raya
dapat mengambil tindakan tegas atas praktek para pengusaha tambak yang
terus melakukan penebangan hutan mangrove di Desa Kuala Karang. Dalam
hal ini kami menyatakan:
- Menolak pembangunan tambak ikan di Desa Kuala Karang, karena telah membawa dampak sosial ekonomi dan ekologis bagi kehidupan masyarakat.
- Menolak pembangunan hutan mangrove yang merupakan areal hutan lindung di Desa Kuala Karang untuk dikonversi menjadi areal pertambakan.
- Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kubu Raya (Bapak BUPATI KUBU RAYA) agar segera dapat mengambil tindakan tegas atas persoalan ini.
MENGETAHUI
KOMITE NELAYAN PANTAI SELATAN
ACHMAD A. DOLEK
Ketua Umum
0 komentar:
Posting Komentar